. Hikmah Perennial Institute

INDEKS

Posted by Hikmah Perennial Institute

Kemenduaan: Menyoal Pencarian Proyek Budaya Indonesia melalui Agama Adat/Ulayat

Syahdan. Kedatangan Datuk ri Tiro untuk mensyiarkan Islam diketahui tetua masyarakat Kajang, Amma Toa. Datuk ri Tiro pun memafhumi bahwa kehadirannya sudah diketahui oleh tetua. Demi membuktikan seberapa hebat tamu yang datang, maka terjadilah adu kesaktian di antara keduanya. Datuk ri Tiro menyusun telur hingga setinggi rumah, Amma Toa menarik satu telur di tengah tanpa merubuhkan susunan itu. Lalu Datuk ri Tiro berdiri di atas pelepah kelapa yang kemudian dibalas Amma Toa yang berdiri di bawah pelepah dengan kepala menghadap tanah. Saat tetirah, Amma Toa menyuguhkan air kelapa kepada Datuk ri Tiro, yang buahnya jatuh langsung setelah dia tunjuk. Tanpa mengurangi rasa hormatnya kepada tetua Kajang, Datuk ri Tiro berdiri lalu melambaikan tangan kepada sebuah pohon kelapa yang kemudian merunduk hingga buahnya bisa dipetik langsung oleh si pelambai.

Kemenduaan: Menyoal Pencarian Proyek Budaya Indonesia melalui Agama Adat/Ulayat
Posted by Hikmah Perennial Institute

Perennialisme

Perenialisme, atau sering pula disebut Tradisionalisme, adalah kecenderungan (tren) akademis yang muncul di Barat awal abad 20 M dan kian mendapatkan momentum di abad ini. Penamaannya berasal dari tulisan Augostino Steuco (1497-1548) berjudul De perenni philosophia libri X (1540), sedangkan isi, bentuk dan sistem mapannya secara historis dibangun oleh René Guénon (1886-1951), Ananda Coomaraswamy (1877-1947), Frithjof Schuon (1907-1998), serta Aldous Leonard Huxley (1894-1963).

Rene Guenon
Posted by Hikmah Perennial Institute

Filsafat Indonesia

Filsafat Indonesia, sebagai sebuah istilah, memiliki tiga arti: (1) sebuah nama generik untuk tradisi berpikir yang memiliki perjalanan historis yang sangat panjang, terentang sejak kebudayaan neolitikum berkembang (sekitar tahun 3500 sampai 2500 Masehi) di mana komunitas manusia pribumi membentuk kesatuan suku-suku dan etnisitas, hingga kemunculan gerakan nasional di awal abad 20 Masehi, yang mempersatukan suku-suku pribumi ke dalam entitas baru yang dinamakan 'Negara Kesatuan Republik Indonesia' (NKRI), yang terus berlanjut hingga saat ini

Filsafat Indonesia
Posted by Hikmah Perennial Institute

Adat Babuhul Mati

Adat Babuhul Mati, yang diindonesiakan menjadi ‘Adat yang Disimpul Mati’, adalah sebuah istilah suku Melayu-Minang yang digunakan untuk menyebut segala adat atau ‘hukum kosmik’ yang tidak pernah mengalami perubahan, bersifat abadi, dan berlaku di segala zaman dan tempat

Adat Babuhul Mati
Posted by Hikmah Perennial Institute

Memahami Adat Nusantara Secara Paling Benar dengan Metode Perenial

Indonesia memiliki sekitar 472 kelompok etnis (termasuk kelompok-kelompok sub-etnis di dalamnya). Setiap kelompok etnis (bersama dengan kelompok sub-etnisnya) memiliki kultur dan peradaban masing-masing. Meskipun berlainan, kultur-kultur dan peradaban-peradaban itu disebut dengan satu sebutan oleh orang Indonesia masa kini, yaitu ‘adat’. Adat menghimpun secara longgar semua kultur dan peradaban yang berlainan dari semua suku pribumi di Indonesia di bawah satu payung.

Memahami Adat Nusantara Secara Paling Benar dengan Metode Perenial
Posted by Hikmah Perennial Institute

Budaya

Budaya adalah bentuk jamak dari budi. Budi sendiri berasal dari Bahasa Jawa Kawi ‘buddhi’ yang memiliki 2 (dua) arti: ‘pikiran’ dan ‘hati’. Dalam khazanah Filsafat Indonesia, istilah budaya atau budi sungguh mendapat tempat istimewa. Buktinya, dari istilah ini orang Indonesia membangun kata-kata derivatif lainnya, seperti Budidaya, Kebudayaan, Budiman, Budiwan, Budiwati, Budayawan, Budi pekerti, dan lain-lain. Justru karena terlalu istimewanya, istilah ini menjadi obyek interpretasi dan obyek pemaknaan dari pelbagai mazhab filsafat berbeda-beda yang berkembang di Indonesia.

Budaya
Posted by Hikmah Perennial Institute

Adat

Adat adalah jalan hidup atau cara hidup yang diterapkan oleh suku-suku etnik asli. Adat juga meliputi cara berpikir, cara berperilaku, cara berada, cara berkesenian, cara beragama, cara mendidik generasi muda, cara berkebudayaan. Intinya, adat merupakan peradaban yang dibangun suku-suku asli.

Adat
Posted by Hikmah Perennial Institute

Apa Sih Filsafat Indonesia Itu?

Berawal dari pertanyaan yang tiba-tiba menggelitik gue dua tahun yang lalu (2005) "kenapa sih gak ada Filsafat Indonesia?".Padahal orang Indonesia gak kalah jeniusnya, gak kalah gokilnya, gak kalah kreatifnya dan gak kalah pinternya dengan orang di wilayah dunia yang lain. Maka, dengan bekal nekat dan dengan dukungan temen-temen nongkrong dan temen-temen diskusi, gue akhirnya mutusin buat meneliti dan membuat riset tentang Filsafat Indonesia. Alhasil, riset gue itu menghasilkan kajian baru yang gue beri nama dengan 'Kajian Filsafat Indonesia".

Apa Sih Filsafat Indonesia Itu?
Posted by Hikmah Perennial Institute

Why I am Not an Untraditionalist? Sebuah Tanggapan untuk Legenhausen

Pada 2002, Hajj Muhammad Legenhausen menerbitkan paper yang berjudul “Why I am Not a Traditionalist?” secara on-line. Dalam paper tersebut dia mengkritik tradisionalisme atau para penganjur filsafat perennial. Kritik Legenhausen terhadap kalangan tradisionalis berpijak pada teologi dan sosiologi serta secara khusus pada sejarah teosofis Eropa. Dia melihat kritik kalangan tradisionalis—seperti Rene Guenon, Ananda Coomaraswamy, Frithjof Schuon dan Seyyed Hossein Nasr—terhadap modern bersifat romantik dan utopis. Sesungguhnya, kritik Legenhausen terhadap tradisionalis memiliki banyak kegalatan dan miskonsespi serta mengabaikan signifikansi spasio-temporal sosial dan dinamika di dalamnya. Dalam paper ini akan ditunjukkan ketidaktepatan kritik Legenhausen tersebut. Selain itu, juga akan diajukan saran atau rekomendasi ke depan mengenai bagaimana dan hal apa saja yang harus dipertimbangkan dan dilihat oleh kalangan tradisionalis ketika mengejawantahkan prinsip normativitasnya dan memecahkan permasalahan sosiokultural yang ada.

Why I am Not an Untraditionalist?
Posted by Hikmah Perennial Institute

Mengukuhkan Agama Adat

Masyarakat adat merupakan prototipe komunalitas manusia. Mengabaikannya sama saja menjadikan manusia ahistoris. Upaya-upaya untuk memperadabkan masyarakat adat merupakan kepongahan luar biasa. Kita, yang mengklaim sebagai masyarakat modern nan beradab itu, telah lupa bahwa kebijaksanaan tidak diukur sekadar melalui artefak material. Dalam masyarakat Tradisional, seperti masyarakat adat—terlepas etimologis kata adat itu sendiri yang khas Islam Melayu—di Indonesia, tidaklah dikenal pembagian masyarakat berdasar pada beradab dan tidak beradab (liar).

Mengukuhkan Agama Adat
Posted by Hikmah Perennial Institute

Lain Ladang Lain Belalang

Belakangan, sering kita menemukan banyak orang atau kelompok yang mendaku paling sahih pemahamannya akan Tuhan. Ibn ‘Arabi mengatakan bahwa tipikal golongan seperti itu sebagai al-‘ilm bi al-qirthasiyyun—pemahaman yang masih berbau kertas saja. Lalu saya dihinggapi pertanyaan seperti ini; “Apakah nalar dapat menangkap Tuhan dengan utuh? Bukankah Tuhan hanya bisa dipahami melalui Diri-Nya?”

Lain Ladang Lain Belalang
Posted by Hikmah Perennial Institute

Transmisi Spasio Temporal Budaya

Budaya sebagai jejak laku manusia, yang diperoleh melalui hasil pembelajaran lengkap dengan unsur bahasa yang menjadi landasannya, sangat terikat dengan apa yang kita namakan ruang-waktu. Dalam ruang, budaya menjelma tradsi. Diikuti oleh turunannya yang kemudian masuk pada wilayah normatif dan relatif. Budaya yang sarat dengan tatanan norma kemasyarakatan, meski terkena hukum etiket. Relatif adanya. Karena hampir di setiap kebudayaan manusia, terdapat patokan yang berbeda untuk menjustifikasi sebuah tindakan budaya apakah beretika atau tidak.

Transmisi Spasio Temporal Budaya
Posted by Hikmah Perennial Institute

Studi Corak Sastra Sufistik Nusantara pasca-Poejangga Baroe

Budaya sebagai jejak laku manusia, yang diperoleh melalui hasil pembelajaran lengkap dengan unsur bahasa yang menjadi landasannya, sangat terikat dengan apa yang kita namakan ruang-waktu. Dalam ruang, budaya menjelma tradsi. Diikuti oleh turunannya yang kemudian masuk pada wilayah normatif dan relatif. Budaya yang sarat dengan tatanan norma kemasyarakatan, meski terkena hukum etiket. Relatif adanya. Karena hampir di setiap kebudayaan manusia, terdapat patokan yang berbeda untuk menjustifikasi sebuah tindakan budaya apakah beretika atau tidak.

Studi Corak Sastra Sufistik Nusantara pasca-Poejangga Baroe
Posted by Hikmah Perennial Institute

Wawancara Frithjof Schuon

Pertanyaan (T): Anda telah menulis lebih dari dua puluh buku mengenai agama dan spiritualitas. Buku pertama Anda berjudul The Transcendent Unity of Religions (Kesatuan Transendensi Agama-Agama). Bagaimana seseorang seharusnya memahami kesatuan ini? Frithjof Schuon (FS): Titik awal kami adalah pengakuan atas fakta bahwa terdapat anekaragam agama yang saling mengeksklusikan satu sama lain. Hal ini dapat berarti bahwa satu agama adalah benar dan semua yang lain adalah salah; bisa juga berarti bahwa semuanya adalah salah. Pada kenyataannya, hal itu berarti semuanya benar, [tapi] tidak pada eksklusifisme dogmatis mereka, melainkan pada kesepakatan signifikansi batin mereka, yang bertepatan dengan metafisika murni, atau dalam kata lain, dengan philosophia perennis.

Wawancara Frithjof Schuon
Posted by Hikmah Perennial Institute

Memahami "Tradisi"

Istilah “tradisional” dan “modern” mengesankan perbedaan antara lama dan baru, yang tetap dan yang berubah, cara penyucian masa lalu dan cara progresif masa depan. Polaritas yang mendasari perbedaan yang terefleksikan itu berakar pada struktur metafisika realitas, dalam arsitektur Yang Absolut yang Substansinya tetap terjaga dan kemungkinan Bentuknya bersifat Tanpa batas. Polaritas yang mendasari hal ini diungkapkan dalam dialektika Keniscayaan dan Kebebasan. Keniscyaan adalah prinsip yang mengatur penyebaran, proyeksi dan reintegrasi: semua yang ada muncul dari dan tinggal atau hidup di dalam kesepakatan mendasar mengenai segala realitas, yang Substansi transendentalnya secara bersamaan ialah Awal dan Akhir, kriteria dari semua objektivitas. Kebebasan adalah prinsip kreatif dari penyebaran ini, mengungkapkan dirinya sendiri dalam berbagai modus tak terbatas dan modalitas Bentuk dan pada potensi imanen subjektivitas suprapersonal milik kita.

Memahami "Tradisi"
Posted by Hikmah Perennial Institute

Pengantar Singkat Martabat Lima dan Martabat Tujuh

Di bawah ini, saya akan mencoba mengelaborasi beberapa pahaman seputar derajat-derajat martabat Ilahiah yang ada di alam ciptaan, sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Syeikh al-Akbar: Lima Kehadiran Ilahi yang ditengarai oleh Syeikh, di Nusantara kelak dikenal sebagai Martabat Tujuh. Hasil pengajaran dari Syeikh Fadlullah dari India yang diwariskan kepada muridnya, Burhanpuri. Berikut ini adalah pemaparannya:

Pengantar Singkat Martabat Lima dan Martabat Tujuh
Posted by Hikmah Perennial Institute

Pasasi Singkat antara Pantheisme-Panenthesime vis a vis Wahdat al-Wujud

Kata benda pantheisme (pantheisme), muncul secara gradual dalam susunan kata berbeda. Meski ia bermuara dari bentukan dua kata Yunani yang memiliki satu arti: pan (semua dan theos (Tuhan). Istilah “panteis” mencuat kali pertama dalam karya ilmiah Jhon Toland dari Irlandia (Socianisme Truly Stated pada 1705 M). Kedua, dengan bentukan kata “pantheisme” oleh Fay, lawan polemik Toland, pada 1709 M. Sedang istilah teknis wahdah al-wujud, dikenalkan oleh penerus intelektual Ibn ‘Arabi, al-Farghani. Penggunaan istilah ini, sebenarnya dicuplik secara implisit oleh al-Farghani melalui karya-karya Syeikh al-Akbar. Meski secara eksplisit, Ibn ‘Arabi sendiri tak pernah mengatakan dengan gamblang, bahwa ia adalah penganut dan penggagas doktrin wahdah al-wujud. Setidaknya begitu yang terekam dalam catatan sejarah.

Pasasi Singkat antara Pantheisme-Panenthesime vis a vis Wahdat al-Wujud

Senin, 16 Agustus 2010

Kemenduaan: Menyoal Proyek Pencarian Budaya Indonesia melalui Agama Adat/Ulayat


Oleh Reno Azwir

Judul | Agama dan Kebudayaan: Pergulatan di Tengah Komunitas | Editor | Heru Prasetia & Ingwuri Handayani | Tebal | xlvi + 180 halaman (termasuk indeks) | Penerbit | Desantara Foundation | Tahun terbit | 2010


Syahdan. Kedatangan Datuk ri Tiro untuk mensyiarkan Islam diketahui tetua masyarakat Kajang, Amma Toa. Datuk ri Tiro pun memafhumi bahwa kehadirannya sudah diketahui oleh tetua. Demi membuktikan seberapa hebat tamu yang datang, maka terjadilah adu kesaktian di antara keduanya. Datuk ri Tiro menyusun telur hingga setinggi rumah, Amma Toa menarik satu telur di tengah tanpa merubuhkan susunan itu. Lalu Datuk ri Tiro berdiri di atas pelepah kelapa yang kemudian dibalas Amma Toa yang berdiri di bawah pelepah dengan kepala menghadap tanah. Saat tetirah, Amma Toa menyuguhkan air kelapa kepada Datuk ri Tiro, yang buahnya jatuh langsung setelah dia tunjuk. Tanpa mengurangi rasa hormatnya kepada tetua Kajang, Datuk ri Tiro berdiri lalu melambaikan tangan kepada sebuah pohon kelapa yang kemudian merunduk hingga buahnya bisa dipetik langsung oleh si pelambai.

Sabtu, 31 Juli 2010

Adat Babuhul Sentak

Oleh Ferry Hidayat


Adat Babuhul Sentak, yang diindonesiakan menjadi ‘Adat yang Disimpul Longgar’, adalah sebuah istilah suku Melayu-Minang yang digunakan untuk menyebut segala adat atau ‘hukum sosial’ yang boleh dikenai perubahan, bersifat temporer, dapat diperbarui serta disesuaikan dengan kebutuhan zaman.

Jumat, 30 Juli 2010

Memahami Adat Nusantara Secara Paling Benar dengan Metode Perenial

Oleh Ferry Hidayat

Indonesia memiliki sekitar 472 kelompok etnis (termasuk kelompok-kelompok sub-etnis di dalamnya).[1] Setiap kelompok etnis (bersama dengan kelompok sub-etnisnya) memiliki kultur dan peradaban masing-masing. Meskipun berlainan, kultur-kultur dan peradaban-peradaban itu disebut dengan satu sebutan oleh orang Indonesia masa kini, yaitu ‘adat’.[2] Adat menghimpun secara longgar semua kultur dan peradaban yang berlainan dari semua suku pribumi di Indonesia di bawah satu payung.[3]

Kamis, 29 Juli 2010

Perenialisme

Oleh Ferry Hidayat

Perenialisme, atau sering pula disebut Tradisionalisme, adalah kecenderungan (tren) akademis yang muncul di Barat awal abad 20 M dan kian mendapatkan momentum di abad ini. Penamaannya berasal dari tulisan Augostino Steuco (1497-1548) berjudul De perenni philosophia libri X (1540), sedangkan isi, bentuk dan sistem mapannya secara historis dibangun oleh René Guénon (1886-1951), Ananda Coomaraswamy (1877-1947), Frithjof Schuon (1907-1998), serta Aldous Leonard Huxley (1894-1963). Semua penulis tersebut memanggilnya dengan nama-nama berbeda seperti Sophia Perennis (Kebijaksanaan Abadi), Religio Perennis (Agama Abadi),Philosophia Perennis (Cinta Kebijaksanaan Abadi), tapi semua nama itu dapat dirangkum dalam satu sebutan: Perenialisme.

Filsafat Indonesia

Oleh Ferry Hidayat

Filsafat Indonesia, sebagai sebuah istilah, memiliki tiga arti: (1) sebuah nama generik untuk tradisi berpikir yang memiliki perjalanan historis yang sangat panjang, terentang sejak kebudayaan neolitikum berkembang (sekitar tahun 3500 sampai 2500 Masehi) di mana komunitas manusia pribumi membentuk kesatuan suku-suku dan etnisitas, hingga kemunculan gerakan nasional di awal abad 20 Masehi, yang mempersatukan suku-suku pribumi ke dalam entitas baru yang dinamakan 'Negara Kesatuan Republik Indonesia' (NKRI), yang terus berlanjut hingga saat ini; (2) sebuah nama kajian baru dalam disiplin ilmu filsafat yang berkembang di Indonesia, dipelopori oleh Mohamad Nasroen (1907-1968), seorang Guru Besar Filsafat di Universitas Indonesia, yang berupaya menggali dan menemukan orisinalitas dan otentisitas dalam tradisi filosofis Indonesia; dan (3) segala produksi pemikiran yang dihasilkan oleh sarjana filsafat lulusan sekolah tinggi, universitas atau akademi jurusan Filsafat di Indonesia, yang banyak didirikan oleh pastor Katolik-Roma sejak awal abad 20 M.

Budaya

Oleh Ferry Hidayat


Budaya  adalah bentuk jamak dari budiBudi sendiri berasal dari Bahasa Jawa Kawi ‘buddhi’ yang memiliki 2 (dua) arti: ‘pikiran’ dan ‘hati’. Dalam khazanah Filsafat Indonesia, istilah budaya atau budi sungguh mendapat tempat istimewa. Buktinya, dari istilah ini orang Indonesia membangun kata-kata derivatif lainnya, seperti Budidaya, Kebudayaan, Budiman, Budiwan, Budiwati, Budayawan, Budi pekerti, dan lain-lain. Justru karena terlalu istimewanya, istilah ini menjadi obyek interpretasi dan obyek pemaknaan dari pelbagai mazhab filsafat berbeda-beda yang berkembang di Indonesia.

Pemakaian yang paling tua dari kata budi adalah dalam teks spiritual Jawa, Serat Centhini, yang ditulis pada tahun 1903, sebagaimana berikut ini:


Adat Babuhul Mati

Oleh Ferry Hidayat

Adat Babuhul Mati, yang diindonesiakan menjadi ‘Adat yang Disimpul Mati’, adalah sebuah istilah suku Melayu-Minang yang digunakan untuk menyebut segala adat atau ‘hukum kosmik’ yang tidak pernah mengalami perubahan, bersifat abadi, dan berlaku di segala zaman dan tempat. Karena itu, adat jenis ini ‘disimpul dengan simpul mati’; sebagaimana benda yang diikat tali dengan simpul mati: susah diubah, sulit diurai, tak bisa dilepas dengan mudah. Orang Melayu-Riau menamakannya ‘Adat Sebenar Adat’, yakni adat yang sejati. ‘Adat Babuhul Mati’ atau ‘Adat Sebenar Adat’ ini diungkap dalam banyak peribahasa, di antaranya ialah:
 

Pengikut

© 2009 Free Blogger Template powered by Blogger.com | Designed by Amatullah |Template Design